Senin, 27 September 2010

Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana

Penulis : Inayati

Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.

Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”

Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.

Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.

Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.

Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.

Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.

Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.

”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.

”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.

Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.

Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.

Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.

”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.

Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.

Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.

Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.

”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.

Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?

Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?

Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.

Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.

Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.

Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Lewat kata yang tak sempat disampaikan

Awan kepada air yang menjadikannya tiada

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *

For vieny, welcome to your husband’s heart.

*dikutip dari Aku ingin mencintaimu dengan sederhana karya Sapardi Djoko Damono.

Tak Pernah Berlalu

Mungkin aku memang lemah
Mungkin aku tak pernah punyai lelah
Saat ku terdiam menangisi pergimu
Terus ku terpaku oleh harapan semu

Sepertinya… t’lah cukup banyak kutulis
T’lah cukup dalam hati ini kuiris
Agar bisa kucoba lagi cinta dari mula
Dengan ia yang mampu merasakannya

Namun cinta untukmu terus bertahan
Di sekeping sisa hati ini pun cinta untukmu kurasakan
Kerinduan hadirmu tak pernah bisa hilang
Oh Tuhan… bagaimana semua ini harus kuartikan ?

Sabtu, 06 Maret 2010

Belinda Peregrin


Hmmm,,, masih pada inget ga ya sama telenovela yg salah satu pemainnya Belinda Peregrin atau sebut aja Beli. Beli lahir 15 Agustus 1989, memulai karir tahun 2000 di telenovela Amigos x Siempre sebagai Ana Capistrán Vidal. Tahun 2001 di Aventuras en el tiempo sebagai Violeta. Dan kemudian tahun 2002 Beli memerankan dua peran kembar yakni Mariana dan Silvana di Cómplices Al Rescate. Beli melanjutkan karirnya dibidang musik. Dan baru di tahun 2009 di bermain di Camaleones sebagai Valentina.



Amigos X Siempre










Aventuras en el tiempo















Cómplices Al Rescate















Senin, 21 Desember 2009

12 fakta menarik tentang Avril Lavigne

12 fakta menarik tentang Avril Lavigne

1. Avril video musik pertama, Complicated, biaya lebih dari satu juta dolar.
2. Avril's debut album Let Go pergi 6x platinum.
3. Avril putus sekolah pada kelas 11.
4. Avril Lavigne Girlfriend melepaskan dengan chorus lagu dalam berbagai bahasa, termasuk Italia, Spanyol, Perancis, dan Jepang.
5. Avril muncul topless di sampul depan majalah Blender edisi Juni 2007, tapi ia tidak senang dengan hal itu karena ia ingin itu lebih gelap.
6. Avril menulis lagu untuk kakeknya yang meninggal. Lagu, yang disebut sliped away, adalah di album kedua Under My Skin.
7. Avril Lavigne pernah mengaku tidak pernah mendengar tentang The Sex Pistols.
8. Pada tahun 2004, Avril berada di tengah-tengah bertengkar dengan bos di MTV setelah dia menjulurkan jari tengah hidup di udara di Total Request Live.
9. Avril Lavigne mulai bermain gitar ketika ia berusia sekitar 10 tahun.
10. Avril Lavigne memiliki satu anjing, sebuah miniatur schnauzer bernama Sam.
11. Asal usul nama Avril adalah bahasa Perancis: Avril berarti April; La berarti The; Vigne berarti Vine.
12. Majalah pertama memiliki Avril Lavigne di sampulnya adalah Apa majalah.

Avril Lavigne


Memasuki musim ini, kinerja Avril menandai salah satu dari beberapa tim titik terang, dan memberikan banyak penggemar cukup Lions berharap bahwa ia akan terus berkembang dan berkembang sebagai rusher melewati musim ini.
Cliff Avril Apakah Tidak Bahagia Dengan Kinerja Nya Season ini

Cliff Avril Apakah Tidak Bahagia Dengan Kinerja Nya Season ini

Setelah seleksi draft-nya, Avril dipandang sebagai 3-4/4-3 "tweener", itu bisa diperdebatkan apakah dia harus defensif linebacker atau akhir. Avril keluar dari gerbang musim lalu tampak seperti hari konsep mencuri, bahkan jika ia kelihatannya satu dimensi, sebagai spesialis bergegas berlalu.

Avril punya mengejutkan 5 karung di 15 pertandingan (di empat mulai) musim lalu. Dia juga telah 4 terpaksa meraba-raba, untuk pergi bersama dengan 17 tackle (5 assist). Musim ini, Avril telah 3,5 karung dalam 10 pertandingan, satu dipaksa meraba-raba dan 20 tackle (8 assist). Dia belum memulai permainan musim ini.

Berikut adalah penilaian Avril:

18 Desember 2009

Aku benar-benar merasa seperti aku tidak memiliki yang baik dari musim, dan aku tidak memiliki satu untuk menyalahkan tetapi sendiri. Aku tidak seproduktif yang saya harapkan aku akan melakukannya. Aku tidak punya banyak karung seperti tahun lalu tapi aku masih punya tiga pertandingan yang tersisa dan aku ingin pergi keluar dengan keras musim ini.

Saya tidak merasa seperti tim menyerah terhadap Baltimore tetapi saya belum melihat film yet. Pelatih benar-benar marah pada kami dan memberi kami hari libur hari ini dan kemarin. Aku benar-benar ragu bahwa siapa pun menyerah, saya pikir kami baru saja mengalahkan buruk.

Sudah setahun frustrasi, bagi saya pribadi karena ini merupakan musim atas dan ke bawah. Aku sudah berurusan dengan banyak hal yang berbeda, cedera, staf pelatih baru, mulai terbiasa dengan bagaimana hal-hal yang dijalankan dan hanya berharap untuk menang dan tidak menang.

Have You Seen Ghost ini, dan Avril's Organisasi Pendahulu?

Have You Seen Hantu ini?

Analogi yang paling mudah adalah dengan membandingkan Avril kematian dengan yang dulu-menjanjikan, tetapi tampaknya tak acuh, karier Kalimba "The Ghost" Edwards.

Edwards memiliki serupa keterampilan set ke Avril yang memiliki, dan memiliki jumlah menggiurkan potensi, di awal kariernya. Dalam Edwards 'enam tahun sebagai Singa, perkembangannya sebagai teror bergegas melewati tampaknya terus-menerus, hanya satu musim di sudut.

Sayangnya untuk Avril, ia dan Edwards 'pertama dua musim yang menakutkan serupa. Mereka masing-masing telah menderita dari pengembangan karir terhambat karena mereka "tween-ness" sebagai pemain, dan keduanya harus menanggung terlalu banyak pembinaan dan skematis perubahan untuk tidak perjuangan, mengingat kurangnya sepak bola relatif IQ

Tidak seperti Ernie Sims, yang memiliki keinginan luar biasa untuk permainan sepak bola, sampai titik yang tidak disiplin, di Sims 'kasus ini, Avril tampaknya kurang sebuah "insting pembunuh", sangat mirip dengan mengecewakan pendahulunya, Edwards.

Ini masih perlu dilihat apakah karier Avril akan terus atasnya mengecewakan saat ini lagu, atau jika penambahan kualitas pemain defensif defensif sepanjang depan, (Ndamukong Suh atau Gerald McCoy, Please!?!) Dengan kesinambungan organisasi sangat diperlukan, akan memungkinkan avril untuk mengatasi sophomore merosot.

Sebagai Lions fatalis, aku sosok yang Avril akan mencuci keluar, seperti begitu banyak di depannya. Mengingat fakta bahwa Avril adalah sadar akan kekurangannya musim ini, mudah-mudahan, aku akan terbukti salah.

Minggu, 29 November 2009

Tiada waktu


Sungguh sepi dunia ini tanpamu
Tiada artinya bagi ku tuk ada di dunia ini
CINTA CINTA CINTA
Apakah ku harus hidup seperti ini
truz menerus menangis dalam dunia gelap
MENANGIS MENANGIS MENANGIS
Hanya itu yg ku mampu rasanya tubuh ku tak dapat digerakkan lagi
Rasanya ku ingin mati
MATI MATI MATI
Tapi sejak ku melihat sebuah cahaya yang berasal dari dalam dirimu
Ku bertanya tanya siapa dirimu dan ada apa kau menemuiku
dia menjawab ikutlah denganku,,
ku kan membawamu pergi dari dunia inidan hidup di dunia yang jauh elbih indah di bandingkan disini
mulutku terasa sunyi
tak ada kata yang keluar dari mulutku
dan dia segera membawaku pergi dari dunia ini
SELAMAT TINGGAL CINTA
SELAMAT TINGGAL DUNIA QU
DAN SELAMAT TINGGAL SEMUANYA

Minggu, 18 Oktober 2009

Avril Lavigne - My Happy Ending

So much for my happy ending
Oh oh, oh oh, oh oh...

Let's talk this over
It's not like we're dead
Was it something I did?
Was it something You said?
Don't leave me hanging
In a city so dead
Held up so high
On such a breakable thread

You were all the things I thought I knew
And I thought we could be

[Chorus:]
You were everything, everything that I wanted
We were meant to be, supposed to be, but we lost it
And all of the memories, so close to me, just fade away
All this time you were pretending
So much for my happy ending
Oh oh, oh oh, oh oh...

You've got your dumb friends
I know what they say
They tell you I'm difficult
But so are they
But they don't know me
Do they even know you?
All the things you hide from me
All the shit that you do [CD version]
All the stuff that you do [radio edited version]

You were all the things I thought I knew
And I thought we could be

[Chorus]

It's nice to know that you were there
Thanks for acting like you cared
And making me feel like I was the only one
It's nice to know we had it all
Thanks for watching as I fall
And letting me know we were done

[Chorus x2]

[x2]
Oh oh, oh oh, oh oh...
So much for my happy ending

Oh oh, oh oh, oh oh...